FK UM, Fakultas Kedokteran atau Fakultas Komersial?


FK UM = Fakultas Kedokteran atau Fakultas Komersial?
Oleh : Slamet Rianto, Mahasiswa semester akhir

Universitas Negeri Malang (UM) akan mendirikan Fakultas Kedokteran (FK). Cikal bakalnya adalah Prodi Kesehatan Masyarakat yang saat ini ada di Fakultas Ilmu Keolahragaan. Yang menjadi pembeda jika benar-benar terealisasinya rencana UM mendirikan Fakultas Kedokteran yang pastinya harus berdirinya sebuah Rumah sakit (RS) yang secara tidak langsung dalam naungan lembaga UM.

Jika memang terealisasikan Rumah sakit  dalam nanungan kampus UM kelebihan yang akan didapat untuk masyarakat, tidak hanya pelayanan kedokteran medis secara umum aja tapi layanan kedokteran keolahragaan. Secara tidak langsung Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat secara lembaga naungan masih dalam kultur Fakultas Ilmu Keolahragaan. Hal itu jadi beda dengan FK yang sudah ada RS di Kampus yang memiliki FK duluan. Alasan UM yang identikk pendidikan guru ini melirik FK karena peluang pasarnya. (Surya Malang, 23/2) Kalau boleh jujur, ketika saya telah menjadi bagian dari kampus Universitas Negeri Malang, sekaligus dalam naungan kementrian Riset, Teknologi dan Perguruan Tinggi Repoblik Indonesia.
Masyarakat UM dan mendengar desas-desus bahwa akan didirikan Fakultas Kedokteran, saya ikut merasa senang sekaligus resah. Karena rasanya kurang jika prodi Ilmu Kesehatan Masyarakat ini hanya ‘menumpang’ di Fakultas Ilmu Keolahragaan yang sebenarnya secara akademik fakultas ini menangani Ilmu Keolahrgaan . Namun, setelah saya fikir kembali, ternyata selama ini kehadiran prodi Ilmu Kesehatan Masyarakat dan wacana pendirian FK terbilang agak aneh, di kampus yang notabene “The Learning University”. Kampus pendidikan ini telah mencetak banyak sekali intelektual terpelajar yang sekaligus hebat dalam mengajar. Jika kita melihat motif dibalik wacana tersebut, harapan pejabat tinggi UM dengan hadirnya Fakultas Kedokteran adalah untuk mengikuti persaingan peluang pasar yang besar. Hal ini menyebabkan standar perguruan tinggi hanya berorientasi materi. Tentu akan sangat melenceng dari idealisme kampus dan Tri Darma perguruan tinggi kampus UM yang awalnya didirikan untuk mengeluti bidang keguruan dan pendidikan. Kenapa paradikma birokrasi Rektorat tidak secerdas yang saya bayangkan untuk hal berkotribusi untuk memajukan kampus mereka, dengan ciri kas yang sudah menjadi kultur dan struktur kampus UM The Learning University, kenapa UM tidak tidak lebih mengedepankan kultur dan ciri kas mereka sebagai kampus pendidikan yang menciptakan para pendidik handal untuk kemajuan pendidikan di Indonesia, malah berfikir hanya untuk kemaslahatan birokrasi rektorat kampus mereka sendiri, karena peluang pasar yang cukup besar dengan adanya Fakultas Kedokteran itu sendiri, secara tidak langsung mereka sudah merusak kultur yang sudah mendarah daging di kampus mereka terkait moto kampus The Learning University.

Asas paradikma birokrasi Rektorat kebijakan kampus UM cara pandang Materialisme, apapun yang mereka lakukan untuk kemajuan kampus ujung-ujung ya hanya uang dan keuntungan setingi-tingi ya. Secara tidak langsung kampus UM menganut Ideologi kapitalisme yang ber-begron lembaga pendidikan, telah merasuk ke dunia pendidikan perguruan tinggi. Sehingga baik pejabat, dosen, maupun mahasiswa hanya berorientasi profit, tidak mengunakan ilmu yag telah didapat untuk menyelesaikan problematika masyarakat.

Dengan pendirian FK dan Rumah Sakit, hal ini juga semakin menunjukkan bahwa kampus tidak hanya padam secara gagasan tetapi juga tunduk pada selera pasar. Mau tidak mau, jika kita telisik lebih jauh wacana ini pun tidak akan jauh dari UM yang sedang berprogres menuju PTN-BH (Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum). Yang sekarang Kampus Universitas Negeri Malang masih mengemban status PTN-BLU (Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Layanan Umum), yang secara kemandirian masih belum mandiri karena apa pun yang dilakukan UM harus mendapatkan izin dari Negara. Salah satu syarat utuk menjadi PTN-BH pun harus memliki sumber penghasilan sendiri, maka universitas harus memiliki sumber daya dan sumber dana yang bisa dikelola sehingga kegiatan kampus dapat tetap terlaksana sebagaimana mestinya. Selain itu, dengan status berbadan hukum, maka campur tangan negara menjadi semakin berkurang dan otoritas maupun otonom kampus pun membesar. Universitas dapat mendirikan Fakultas yang menurutnya dapat memberikan profit besar dan menghilangkan Fakultas maupun jurusan yang tidak berprogres serta tidak menghasilkan. Jika orientasi materi tetap dibiarkan maka akan menghasilkan mahasiswa yang hanya dijadikan mesin pencetak uang tanpa ia sadari. Karena hakiki Perguruan tinggi di ciptakan untuk menciptakan lulusan yang berjiwa pemimin bangsa dan agama untuk kemaslahatan bangsa Indonesia, tidak sebaliknya Perguruan Tinggi di dirikan hanya menciptakan buruh-buruh dan para pekerja yang membantu memperkaya para orang-orang Kapitalis itu sendiri. Di lain sisi, para mahasiswa juga menjadi pragmatis, dan tidak kritis dalam menangani permasalahan masyarakat yang sedang melanda banyak lini.
Tujuan negara yang diinginkan para pejuang kemerdekaan salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Jika kampus Universitas Negeri Malang nantinya benar-benar berstatus badan hukum dan mendirikan FK, maka kampus yang seharusnya menjadi ladang Intelektual telah menjelma menjadi ladang komersial. Salah satu dampak yang akan sangat dirasakan mahasiswa adalah semakin mencekiknya angka Uang Kuliah Tunggal (UKT). Dengan semakin peliknya permasalahan, semakin banyaknya kebutuhan serta semakin meningkatnya harga barang dan pangan. Peningkatan UKT hanya akan menambah daftar kesengsaraan. Peran negara untuk memberikan hak pendidikan bagi setiap warga negaranya juga akan dipertanyakan. ‘Orang miskin dilarang kuliah’, Judul dalam buku karangan Eko prasetio begitu kiranya kalimat yang pantas diungkapkan jika sistem pendidikan sekuler-kapitalistik ini tetap dipertahankan. Disinilah mahasiswa sebagai Agent of Change, Social Control sudah sepatutnya mengambil peran dalam mengkritisi kebijakan. Karena dengan bersuara dan aksi nyata seperti kata Tan Malaka “Berfikir besar setelah itu bertindak” maka perubahan pada kebaikan itu akan ada dan nyata.

Mahasiswa sebagai Agent of Change, Social Control, Iron Stock
Hidup mahasiswa, hidup rakyat Indonesia!


Komentar