Dinamika Demokrasi PILREK UM 2018, Mahasiswa UM Harus Tau!!

Dinamika Demokrasi PILREK UM 2018, Mahasiswa UM Harus Tau!!
Oleh : Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Negeri Malang

“Apabila usul ditolak tanpa ditimbang, suara dibungkam, kritik dilarang tanpa alasan, dituduh subversif dan mengganggu keamanan, maka hanya ada satu kata: lawan!”- Wiji Thukul

Demokrasi sebenarnya adalah bentuk pemerintahan yang paling rumit dibandingkan dengan bentuk pemerintahan yang lain. Banyak pertentangan, ketegangan dan mensyaratkan ketekunan para penyelenggaranya agar bisa berhasil. Demokrasi tidak dirancang demi efisiensi, tetapi demi pertanggungjawaban. Sebuah pemerintahan yang demokratis mungkin tidak bisa bertindak secepat pemerintahan diktator, namun sekali mengambil tindakan, bisa dipastikan adanya dukungan publik untuk hal itu. Negara Indonesia telah menetapkan diri untuk menggunakan sistem demokrasi dalam menjalankan kehidupan politik bernegaranya. Sistem demokrasi yang dianut diaplikasikan melalui prinsip kedaulatan rakyat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

Kampus Universitas Negeri Malang (UM) yang terletak dikota Malang Jawa Timur, kampus yang memiliki jati diri sebagai kampus The Learning University ini pada tahun 2018 melaksanakan Demokrasi Pemilihan Rektor (Pilrek) Universitas Negeri Malang periode 2018-2022 yang merujuk kepada Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI Nomor 19 Tahun 2017 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pemimpin Perguruan Tinggi Negeri, dan Peraturan Senat UM Nomor 3 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemilihan Rektor UM Tahun 2018. Pemilihan Rektor Universitas Negeri Malang merupakan momentum potensial dalam menentukan terarah-tidaknya cita-cita pembangunan Universitas Negeri Malang kedepanya, maka untuk merealisasikan realitas ini, diperlukan satu upaya pengorganisiran dalam pelaksanaan Pilrek yang sukses dan transparan dalam pelaksanaanya. Sebab tanpanya asas demokrasi yang benar dan baik dan transparan, mustahil kiranya bisa kita lahirkan output pemilihan rektor yang benar-benar ideal, setidaknya menghampiri harapan dan cita-cita seluruh masyarakat civitas akademika Universitas Negeri Malang dalam hal kepemimpinan.

Berita yang dilangsir langsung dalam webset http://pilrek.um.ac.id/ Universitas Negeri Malang dalam pengumuman Nomor: 20.7.32/UN32.25/KP/2018 Pemilihan Rektor Universitas Negeri Malang tidak semeriah demokrasi yang diinginkan beberapa pihak dalam transparansi pemilihan rektor dalam pelaksanaan. Pendaftar yang dimulai tangal 23 Juli sampai 10 Agustus 2018 ini terkesan tidak semegah pemilihan Presiden maupun pemilihan Gubernur Jawa Timur yang telah berlalu, walaupun bakal calon Rektor UM terbukak bagi umum tidak hanya kalangan civitas akademik Universitas Negeri Malang saja. Dalam pelaksanaan pemilihan Rektor Universitas Negeri Malang periode 2018-2022 ini ada empat tahapan yang harus diikuti bagi bakal calon Rektor Universitas Negeri Malang periode 2018-2022, yang pertama yaitu tahap penjaringan bakal calon atau pendaftaran, tahap berikutnya penyaringan yang nanti calon rektor akan tersisa 3 calon yang masuk tahap pemilihan yang dilakukan oleh Senat Universitas Negeri Malang dengan presentasi 65% suara seluruh Senat Universitas Negeri Malang dan 35% dari Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI yang mendapatkan pertimbangan langsung dari Presiden Repoblik Indonesia dan tahap terakhir yaitu penetapan serta pelantikan pada tangal 9 Oktober sampai 28 November 2018.

Pada tahap penyaringan yang dilakukan oleh ketua Senat Universitas Negeri Malang Bapak Prof Suko Wiyono dan Panitia Penjaringan Bakal Calon Rektor yang diketuai Bapak Prof. Dr. H. Ibrahim Bafadal, M.Pd ini berlangsung pada tangal 14 Agustus 2018 menetapkan Prof Dr Ahmad Rofiudin MPd, Prof Dawud MPd, Dr Isnandar MT dan Prof Dr Nurul Martadho MPd. Sebagai bakal calon Rektor Universitas Negeri Malang periode 2018-2022 yang telah lolos tahap administrasi dan penyaringan pemilihan Rektor. Sampai tahap ini mahasiswa Universitas Negeri Malang yang kedepanya merasakan hasil dari pemilihan rektor pada tahun 2018 terus dibungkam dengan hasil pemilihan rektor yang tidak transparan yang tidak diketahui secara langsung bagaimana pemilihan rektor dikampus mereka sendiri toh pemilihan rektor yang mengatasnamakan demokrasi ini terus berjalan tanpa satu mahasiswa pun melihat mekanisme pemilihan Rektor itu sendiri, apakah mekanisme yang kampus buat sesuai dengan aturan hukum yang ada di Indonesia khusunya di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) atau kebebasan dengan politik uang maupun politik golongan yang hampir semua pesta demokrasi di negara ini mengandung unsur-unsur tersebut.

Kalua kita flashback historis sebelum berlangsungya pesta demokrasi di kampus Universitas Negeri Malang ini memang banyak masalah yang beredar di kampus Univrsitas Negeri Malang yang secara tidak langsung merugikan mahasiswa Universitas Negeri Malang itu sendiri mulai dari biaya perguruan tinggi di Universitas Negeri Malang yang setiap tahunya mengalami peningkatan yang derastis yang membuat mahasiswanya maupun calon mahasiswa baru yang ingin menempuh pendikan di Universitas Negeri Malang ini berkeluh kesah dengan biaya pendidikan yang harus dibayar, yang dulunya tertera dalam asas kemerdekaan Indonesia yang memberikan hak pendidikan yang murah dan terjangkau untuk semua masyarakat Indonesia, itu semua sirna dengan pendidikan yang terjadi di Indonesia sekarang kususunya diperguruan tinggi negeri Universitas Negeri Malang, sampai yang tak kalah, wacana kampus Universitas Negeri Malang yang berstatus Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (PTN-BLU) menginginkan berganti status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) yang mengiginkan kampus untuk berusaha mandiri dari Pemerintahan Indonesia terkait semua kebijakanya yang secara langsung akan merugikan mahasiswa Universitas Negeri Malang yang masuk dalam masyarakat ekonomi menegah kebawah dan kampus secara fasilitas pembangunan kampus satu, dua dan tiga di kota Blitar yang belum merata.

Info yang didapat dari wawancara Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Negeri Malang dalam wawancaranya dengan Bapak Prof. Dr. H. Ibrahim Bafadal, M.Pd selaku ketua panitia penjaringan bakal Calon Rektor UM periode 2018-2022, kalau kita mengikuti peraturan statuta Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI Nomor 19 Tahun 2017 memang terbukak untuk umum dalam penyelengaraan pilrek tapi setelah ada pertimbangan Peraturan Senat UM Nomor 3 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemilihan Rektor UM Tahun 2018, yang disesuakan dengan kondisi dinamika di kampus Universitas Negeri Malang sendiri, Prof. Dr. H. Ibrahim Bafadal, M.Pd “kita dalam melakukan pilrek ini tidak menutup sepenuhnya kepada mahasiswa yang kelak juga akan merasakan hasil dari pilrek tersebut” ujurnya. “kami akan terbukak untuk umum dan akan melibatkan semua unsur dicivitas Universitas Negeri Malang mulai dari dosen tenaga ahli dan mahasiswa dalam penyampean dan pemaparan visi misi dalam sidang senat terbuka di Graha Cakrawala tangal 23 Agustus 2018, setelah itu untuk tahap berikutnya akan kami serahkan kepada Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI yang akan didampingi langsung oleh Presiden Repoblik Indonesia di Jakarta” tambahnya.

Dalam pemaparan visi misi calon Rektor yang diselengarakan di Graha cakrawala pada tangal 23 Agustus 2018 tersebut kelihatan terlalu monoton tidak ada satupun visi misi dari 4 calon rektor tersebut yang menginginkan keterbukaan akademik di Universitas Negeri Malang terutama dalam kebebasan mahasiswa yang kedepan menjadi tulang pungung bangsa Indonesia kedepanya, yang kelihatanya kita sebagai mahasiswa harus nurut dan patuh pada kebijkan Rektor yang akan terpilih kedepanya, yang mereka angap itu semua bagus untuk Universitas Negeri Malang tanpa kebebasan akademik untuk mahasiswa itu sendiri. Dalam forum sidang senat berupa paparan visi dan progam kerja pemilihan rektor  itu terlihat monoton tidak ada sesi debat terbukak antara 4 calon rektor tersebut, sesi demi sesi mulai dari perkenalan, pemaparan visi misi dan tanya jawab yang dilontarkan oleh dewan juri salah satunya bapak Prof  Ainun naim PhD sekjen Kemenristekdikti dan mahasiswa, kelihatan hanya formalitas saja yang selanjutnya calon rektor melanjutkan sidang senat tertutup di Graha Rektorat pada siang itu juga.

Akhirnya tersaring tiga calon rektor dalam sidang senat tertutup pada kamis sore 23 Agustus 2018. Adapun tiga calon rektor UM itu berdasarkan perolehan suara senat adalah Prof Dr Nurul Murtadho MPd mendapatkan empat suara, Prof AH Rofiuddin MP mendapatkan 34 suara. Kemudian Prof Dawud MPd mendapatkan 17 suara. “sedangkan Dr Isnandar MT mendapatkan tiga suara,” ungkap Prof  Dr Ibrahim Bafadal MPd, selaku ketua Pilrek UM yang dilangsir dalam berita SURYA.co.id tangal 24 Agustus 2018 “sedangkan Dr Isnandar MT mendapatkan tiga suara” tambahnya. Jika melihat perolehan hasil suara senat masih didominan ke petahanan Bapak Rofiuddin yang akan berakhir jabatannya pada 28 November 2018 mendatang, setelah tahapan ini adalah pemilihan rektor dari ketua senat dan kementrian Riset Dikti dan perimbangan oleh Presiden yang dilakukan di Jakarta dan seterusnya akan ditetapkan siapa yang berhak memimpin kampus UM periode 2018-2022.

Yang masih dalam benak semua civitas Universitas Negeri Malang kusunya mahasiswa tahap awal sampai ke tahap pemilihan Rektor Universitas Negeri Malang yang diselengarakan di Jakarta oleh Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI ini apakah bisa dipertanguna jawabkan dalam menentukan salah satu pemenang dalam pilrek UM ditahun ini karena hak suara yang diperoleh oleh Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI dan pertimbangan Presiden RI hanya sebesar 35% suara dari suara keseluruhan dalam pemilihan rektor, apakah ini hanya membuang buang waktu dalam penentuan Rektor Universitas Negeri Malang yang diselengarakan dikota Malang sendiri dan bisa jadi penentuan rektor UM di Jakarta yang jauh dari kampus UM sendiri, berindikasi politik kekuasaan dan suap menyuap dikalangan birokrasi pemerintah pusat dalam Pilrek UM.

Perihal pemilihan Rektor Universitas Negeri Malang tahun 2018 ini yang terkesan tertutup dan tidak transparan dalam penyelengaraanya terhadap seluruh civitas akademik Universitas Negeri Malang kusunya mahasiswa Universitas Negeri Malang yang kedepanya pasti akan merasakan hasil dari pesta demokrasi di Universitas Negeri Malang, dalam sekian kalinya suara-suara yang kelah merasakan hasil demokrasi di kampus ini dibungkam demi nama popularitas dan kekuasaan, hakikat demokrasi pun diterabas dari suara rakyatnya. Semoga tulisan ini bisa membuat pembaca belajar tentang demokrasi tidak hanya tentang “dari rakyat untuk rakyat” maupun di bungam dan terbungkam. Karena masyarakat berhak berbicara tentang kebenaran, agar demokrasi tak berakir dengan kesia-siaan.

#HidupMahasiswa
#BEMUMGerakInspirasi





Komentar