Marxisme dan Gagasan Permisif Percaya Nasib

Gagasan percaya pada nasib dan hanya bisa pasrah adalah cerminan sikap permisif. Sikap permisif adalah sikap yang dimiliki oleh manusia primitif karena manusia primitif adalah manusia yang tak berakal luas. Mindset-nya sempit karena wawasannya hanya sebatas dirinya dan lingkungan sekitarnya.


Manusia permisif paling cepat merasa bersalah terhadap segala realitas yang ada. Bencana merenggut nyawa, ini cobaan Yang Maha Kuasa. Wabah penyakit menyerang, itu kutukan Yang Maha Kuasa. Kecelakaan disenggol becak, itu sudah rencana Yang Maha Kuasa. Hidup miskin dan sengsara, itu cobaan hidup dari Yang Maha Kuasa.


Sokrates pernah berujar, “The unexamined Life is not worth-living.” Tapi cobaan atau ujian yang dimaksudkan di sini menurut saya tentunya bukan seperti cobaan dalam konsepsi kita. Cobaan di sini lebih mendefinisikan sebuah kondisi yang selalu bertentangan dengan yang kita harapkan.


Segala cobaan tak ada kaitannya dengan Yang Maha Kuasa. Cobaan adalah sebuah realitas, dan akan tetap jadi penghambat selama kita tak gunakan akal untuk mengakalinya.


Ketika kamu percaya realitas jelek sebagai kutukan, saat yang sama kamu telah menodai sucinya anugerah Yang Maha Kuasa berupa akal. Seharusnya introspeksi diri, review tahap demi tahap, mengkaji sebuah realitas sebagai akibat dari suatu sebab.


Segala yang terjadi adalah serangkaian dari suatu proses. Untuk segala kejadian yang mirip namun tak serupa, demikian proses yang mendahuluinya pun hampir sama, dengan probabilitas 0 hingga 1. Di balik semuanya itu, tak ada entitas berupa “takdir”.


Takdir, yang seringkali termanifestasi dari pernyataan “Oh, memang sudah seharusnya begitu terjadi” adalah tameng paling mujarab bagi manusia permisif. Manusia yang malas mikir. Entah karena tak punya waktu untuk berpikir kritis, atau memang sedemikian primitif untuk membiarkan segala yang terjadi di sekitarnya sebagai “misteri ilahi”.


Marxisme adalah sebuah manifestasi dari “bonum commune”, untuk kebaikan bersama. Bicara soal Marxis berarti bicara tentang komunisme. Paham Marxisme atau paham komunis pertama kali lahir sebagai bentuk protes Karl Marx terhadap paham kapitalisme. Kapitalisme di mata Marx adalah sebuah ketimpangan, karena mengutamakan kesejahteraan para Kapitalis atau pemilik modal tanpa peduli pada nasib kaum Proletar atau para pekerja.


Kapitalisme hanya akan menjadikan sebuah roda nasib stagnan tak berputar. Kaum The Have akan semakin kaya, dan kaum miskin akan semakin sengsara. Sungguh sebuah ketidakadilan jika melihat realitas serta mempertimbangkan usaha dengan hasil yang dinikmati.


Kaitannya dengan nasib atau goresan pena sang takdir, di dalam kapitalisme, gagasan nasib baik dan nasib buruk benar benar tertulis jelas sejak orok terlahir ke Bumi. Anak golongan Borjuis atau Proletar? Selebihnya, nasib hidupnya akan seperti itu. Bahagia surga dunia atau derita neraka sengsara selamanya.


Sebaliknya, dalam Marxis, selalu ditekankan bahwa output dari segala hal adalah untuk kebaikan bersama. Menjadikan kepentingan bersama di atas kepentingan golongan, bahkan jauh di atas kepentingan individu. Marx percaya, bahwa masing-masing punya peran untuk mencapai tatanan kehidupan bersama yang lebih baik.


Tentunya dunia ini akan mencapai tatanan yang harmonis di saat semua manusia menyadari peran dan tugasnya masing-masing lantas berupaya secara total untuk memberikan diri seutuhnya melalui kerja. Manusia memahami hakikat kerja, menyadari bahwa dia bekerja bukan untuk survive tapi bekerja sebagai bentuk pelayanan. Demikian, dia akan mendapatkan pelayanan sebagaimana dia telah melayani lebih dahulu.


Andaikata masing-masing individu paham dan bisa menjawab pertanyaan“Untuk apa aku terlahir ke dunia ini?” dan pertanyaan “Apa sumbangsihku dalam hidup bersama di Bumi ini?”, maka nasib jelek terlahir pincang finansial bisa dia atasi dalam proses perjalanan hidupnya.


“You are the Master of your own universe!,” demikian salah satu sari dari new thought. Benar, kita adalah tuan dari nasib kita masing-masing. Pilihan seutuhnya ada di tangan kita. Silahkan memilih, mau hidup sebagai apa, hidup berbuat apa, dan mati dikenang sebagai siapa.

Komentar